Ibu Pembaharu (6): Aksi Pertama “Pendidikan dalam Keluarga” Baiti Jannati Hometeam

Aksi Pertama “Pendidikan dalam Keluarga” Baiti Jannati Hometeam

Tidak ada aksi yang kecil. Ketidakpedulian kita yang membuatnya menjadi kecil (Septi Peni, 2021)

Dua kalimat ini terngiang-ngiang di kepala saya. Saya tidak merasa melakukan aksi yang kecil, meski bagi sebagian orang mungkin terlihat kecil. Tapi, seberapa besarkah kita merasa kita sedang melakukan aksi yang besar? Benarlah, besar kecilnya aksi tergantung kepedulian kita. Kalau dilandasi kepedulian besar akan makna atau manfaat di balik aksi, aksi terkecil sekalipun akan berdampak besar karena dilakukan lewat hati. Empati. Seberapa empatikah saya terhadap masalah diri sendiri? Seberapa empatikah saya terhadap anak-anak, suami, dan keluarga saya? Di tahap manakah empati saya bermuara saat ini: cognitive, emotional, compassionate? Alhamdulillah, dengan lahirnya Baiti Jannati Hometeam, dengan bahagia saya menyatakan InsyaaAllaah kami sudah menapak di tahap compassionate empathy. Tidak lagi sekadar tahu dan merasakan goresnya dalam innerchild, tapi kini bisa beraksi merangkai masa depan penuh rencana yang InsyaaAllaah semoga Allah mudahkan merengkuhnya. Baiti jannati, rumahku adalah surgaku.

Teringat perkataan Ibu Septi di awal materi ke-6 ini, tentang tantangan berbeda-beda yang dirasakan tiap tim. Bagaimana satu tim dengan keluarga ternyata tidak semudah itu, sebab menyamakan value tidaklah mudah. Ada yang bertahan, ada yang merasa berat hingga memilih bergabung dengan teman-teman satu kampus Ibu Pembaharu saja. Sudah satu kampus satu value satu guru, eh ternyata masih juga ada tantangan ini-itu. Begitulah, setiap tim punya tantangan dan dinamikanya sendiri. Termasuk tim saya.

Tim saya adalah tim keluarga. Anggotanya saya, suami, dan anak-anak (sulung 4 tahun, bungsu 1 tahun). Serius merencanakan hometeam hingga mengambil talent mapping assesment (TMA) demi mengenal masing-masing lebih dalam. Senaaaang sekali membicarakan hometeam karena ini benar-benar-benar saya idamkan dan impikan sejak awal berniat membangun keluarga. Allah tunjukkan jalannya lewat kelas Ibu Pembaharu, di titik inilah saya merasa perlu serius membicarakan tentang visi misi, masa depan, tujuan keluarga kami. Alhamdulillah, suami antusias meskipun perlu beberapa penyesuaian dan berkali-kali deep talk untuk menyamakan persepsi. Benarlah, menyamakan value tidak pernah mudah. Sekalipun kami saling cocok dan hidup serasa baik-baik saja, saat benar-benar membicarakannya barulah terasa ada beberapa pandangan kami yang berbeda. Suami yang “jalani saja hari-hari dengan bahagia dan usaha terbaik kita meski tanpa rencana”, saya yang “kita harus punya plan A B C strategi A B C rencana A B C untuk masa depan”. Suami yang tidak berbakat futuristic tapi sangat activator dan achiever hingga menjalani hari penuh semangat dan kesibukan, sedang saya seorang futuristic deliberation yang membayangkan masa depan terus-terusan meskipun tak bisa cas cis cus langsung bergerak karena terlalu banyak pertimbangan. Suami yang kuat di thinking-influencing, sedang saya di thinking-striving. Benar, kami punya bakat-bakat berbeda. Jadi bumerang atau teman kolaborasi, tergantung keputusan kami. Jadi, kami memutuskan bekerja sama. Mengoptimalkan kemampuan masing-masing, menyiasati kelemahan, dan mulai menyusun aksi untuk solusi.

Dan, inilah aksi yang kami lakukan dalam tiga minggu ini.

PETA SMART GOALS

BAGAN IDENTIFIKASI AKSI

GANTT CHART

TO DO LIST & AGENDA

HUNTING*

*tidak diisi karena belum membuat kegiatan yang memerlukan narasumber

Jika melihat bagan identifikasi aksi dan mencocokkannya dengan agenda dan aksi nyata di lapangan, terlihat bahwa agenda-agenda tidak dibuat sesuai timeline di bagan identifikasi aksi. Kenapa? Pertama, agenda family trip untuk memperkuat bonding terjadi secara tiba-tiba. Jumat malam sepulang kantor, mendadak suami mengajak kami berlibur ke Puncak, Bogor. Kami berangkat keesokan harinya, Sabtu sore, kembali ke rumah Senin siang. Agenda tadabbur alam pun dilaksanakan saat family trip, bermain-main di sekitaran hotel yang asri dan mengunjungi Cimory Dairyland pada Minggu pagi. Tak diduga, banyak sekali kegiatan seru dan pengalaman menyenangkan selama di Cimory Dairyland. Anak-anak bisa berkejaran dengan domba jinak, memegang bulu tebal domba, melihat sapi makan, memberi makan kelinci dan kuda poni, menunggang kuda, melihat unta, burung, angsa, kura-kura, berang-berang, ayam, burung unta, dan baaaaanyak lagi. Bermain gelembung sabun di hamparan rumput luas, mengitari sekeliling dengan kereta, mengamati sungai dan riak merdunya, menikmati hembusan angin dan tepisan hujan buatan, lalu terkagum-kagum dengan aneka macam olahan makanan dan minuman yang semuanya terbuat dari susu sapi. Pulangnya, menikmati es krim terenak yang kini jadi primadona di hati kami dan beberapa kali kami bahas mana tahu suatu saat kembali ke sana. MaasyaaAllaah, recommended sekali tempat ini untuk anak-anak belajar sambil bermain!

Masak besar dan berbagi makanan pada orang yang membutuhkan menjadi agenda terbesar kedua. Karena sudah diniatkan, meskipun qadarullah saat itu si ayah sedang sibuk meeting online dan persiapan dinas luar kota, tetap kami laksanakan. Kami bangun pagi dan memasak. Siangnya, ayah dan si sulung membagi-bagikan hasil masakan kami di jalan-jalan. Alhamdulillah, bahagia lihat si sulung senang bisa berbagi. MaasyaaAllaah.

Aksi-aksi yang lain, seperti membacakan buku, bercerita, menyiram tanaman, mengucapkan salam, dan lain-lain terjadi spontan atau tidak terlalu direncanakan. Penyebabnya (penyebab kedua ya berarti), qadarullah suami sedang sibuk-sibuknya di kantor dan bahkan agenda pekerjaan datang silih berganti seperti tak henti-henti. Si bungsu juga qadarullah dua hari demam panas. Pembuatan konten di media sosial jadi terganggu, terundur-undur terus karena fokus kami tidak lagi ke sana. Qadarullah.

Ke depan, ini jadi evaluasi berarti bagi kami. Bahwa setiap kegiatan harus lebih detail direncanakan. Bahwa jika segala sesuatunya ternyata tak berjalan sesempurna yang direncanakan, tak mengapa. Turunkan ekspektasi. Yang terpenting maknanya sampai ke hati anak-anak. Yang terpenting kami bahagia menjalankannya. Terus terang, menulis sesuatu di medsos masih terasa kurang nyaman bagi saya. Ke depan, mungkin kami perlu berbincang lagi bagaimana strategi menulis di medsos yang tepat tanpa saya perlu merasa tertekan sehingga sedikit menodai kemurnian niat saat menjalankan kegiatan. Ingin berbagi karena ingin berbagi. Bismillah, semoga Allah tunjukkan jalan-Nya.

Demikianlah, sebuah tulisan dalam rangka menyambut Kongres Ibu Pembaharu 28 Oktober 2021 lusa. Sampai jumpa teman-teman Ibu Pembaharu. Salam hangat!

#aksiuntuksolusi #ibupembaharu #bundasalihah #darirumahuntukdunia #hexagoncity #institutibuprofesional #semestaberkaryauntukindonesia #ibuprofesionaluntukindonesia

Tinggalkan komentar